Senin, 20 Juli 2009

KEARIFAN DAN KEBODOHAN

Orang arif senantiasa membawa pena
yang menggoreskan tinta hikmah.
Orang bodoh senantiasa membawa
pedang untuk menumpahkan darah.

Siapa orang itu ?
Seseorang yang berwawasan luas dan berpengetahuan mendalam. Dengan keluasan berpikir dan kedalam ilmu, ia memiliki rasa berbeda dengan orang kebanyakan tentang hidup dan kehidupan, baik soal ketuhanan maupun alam semesta. Rasa berbeda itulah yang membuat orang arif senantiasa memiliki empati sangat tinggi mengenai sesuatu. Ia mampu memadukan kelurusan lisan, keteguhan hati., dan kecerdasan akal. Sehingga, ia sering kali merasakan "derita" lebih dulu bahkan sebelum orang yang menderita merasakannya.

Karena karakternya begitu lembut, ia selalu berusaha menjaga keseimbangan hidup. Kemana pun ia pergi, ia selalu menjaga keseimbangan itu. Ia menebarkan kata-kata yang menghidupkan semangat orang-orang lemah, meneguhkan hati yang bimbang, dan mencairkan kebekuan hati yang kaku dan kasar. Samudra hikmahnya meluber ke segala pencuru, menetes di hati manusia, dan menumbuhkan benih-benih kebahagian dan kedamaian.

Disisi lain, kita juga melihat orang yang keberadaannya justru kerap menjadi pemicu perselisihan. Mereka hidup dengan keyakinan dan pandangannya sendiri. Sebagian kalangan awam dan sebagian orang terpelajar. Mereka sangat bangga dengan ketekunan ibadah, merasa paling benar dalam memahami syariat. Mereka hidup dengan membangun komunitas khusus yang mereka jadikan alat proteksi dari pengaruh luar. Tetapi, mereka lupa bahwa mereka hidup dalam keragaman yang tidak bisa dibantah. Kemanapun mereka pergi, nasihat mereka berlumur kedengkian, menyerang pandangan orang lain, dan mempersiapkan ilmu semata untuk melemahkan argumen saudara mereka sendiri. Orang-orang seperti ini "mengobral" fatwa. Dari diri mereka lahir kalimat-kalimat yang "mencekam". Di setiap tempat yang mereka singgahi tumbuh benih-benih permusuhan. Dari orang-orang bodoh inilah pertumpahan darah bermula, sejak zaman para nabi dan rasul masih hidup hingga kembalinya Isa al-Masih kelak.

"Orang arif" atau "orang bodoh" bisa muncul dari kalangan awam sekaligus kalangan terpelajar (ulama, kiai, ustadz, guru, dosen, doktor ataupun profesor). Yang membedakan hanyalah kemampuan mereka mengendalikan diri (hawa nafsu).

Karena itu, jangan mengukur kearifan seseorang dari status atau gelarnya. Wallahu a'lam.

( Matahatiku Matahariku, Imam Sibawaih El-Hasany, Zaman, 135-137)

Tidak ada komentar: